Dinda, tanah kita berpijak ini tak bersahabat lagi dengan ku, sepertinya hanya dosa-dosaku saja yang tampak di kaca mata orang-orang itu, ditambah lagi pengangguran kelas sarjanaku yang membuat berhari-hari aku harus bersembunyi dalam tumpukan sampah ini.
Sepertinya Dinda, aku harus benar-benar pergi dan tak perlu kembali, sebab pergi dan datang lagi itu sangat melelahkan sekali.
Namun Dinda, perantauan bukanlah tempat tujuan yang menenangkan, orang-orang berani singgah di sana karena harta, lantas kembali pulang lagi karena cinta.
Cinta,
Cinta Dinda, sesuatu yang tak tampak lagi di raut wajahmu yang lesung pipit itu, engkau telah memendam rasa yang lain, romantika kisah kita telah kusam, mungkin karena waktu yang membuat kisah kita tampak menjadi lebih tua, atau kenyataan yang memaksa kita melupakan hal-hal indah untuk membuatnya lebih berwarna, entahlah Dinda.
Dinda, hidup itu banyak rasa, kita telah melewati banyak lika-liku kisah ini, umur kita pun semakin memutih di kepala waktu, bertambahnya usia memang bukan sebuah ukuran bertambahnya kedewasaan seseorang, tapi seharusnya, bertambahnya usia bisa membuat kita lebih memahami arti sebuah keadaan.
Ada masa kita mengutuk perpisahan, ada masa kita mencaci pedas kata kehilangan, namun ada masa, dimana kita harus berteman dekat dengan kenyataan. Makanya Dinda, disaat kita bisa berlebihan, kita harus ingat arti kesederhanaan, kalau tidak, jika suatu saat kita harus seadanya, kita kan merana.
Dinda, asal kau tahu, ketika menulis pesan ini, aku telah dikawal oleh lebih dari sepuluh Si Ben negeri jiran, ku hanya bisa duduk, tertunduk, bimbang, tak tahu kenapa aku bisa sampai di tanah bersayap uang ringgit ini, kemana gerangan tujuan ku, siapa yang ku perjuangkan, apa yang telah ku korbankan, kemana aku harus pulang.
Mungkin hidup ku memang berat Dinda, makanya aku terlalu banyak mengeluh.
Atau mungkin memang karena aku terlalu banyak mengeluh, makanya hidup ku
menjadi berat. Entahlah Dinda.
Beginilah Dinda, hidup kita hanya sekumpulan kemungkinan, kita hanya bisa menduga, Tuhan yang akan menentukannya.
Kelak, jika aku kembali, telah ku siapkan untukmu sebilah rencong dan sepucuk mawar, terserah engkau mau pilih yang mana, dada ku siap menerima keduanya.
dimana ada org yang menyangimu
BalasHapusdisitulah engkau harus pulang!