Langsung ke konten utama

Pensil dan Kertas Malapetaka


Bintang kejora terlihat bersinar terang subuh itu, seolah mengajak rembulan untuk tetap bersama sampai esok malam kembali tiba, namun pancaran sinar fajar yang mulai menyentuh awan-awan di atas pucuk pohon kelapa membuat rembulan bergetar, ia tak ingin mentari esok pagi tahu kisah asmara yang telah diukir bersama putri kejora tadi malam. Namun kokokan ayam membuat semuanya buyar, kata-kata indah yang telah dirangkai rembulan untuk kejora kemarin sore, lenyap dihapus sang fajar yang menerobos masuk dari celah-celah awan di ufuk timur.

Cahaya fajar dengan egoisnya mengusik malam dan mengusir indahnya rembulan, namun kejora tetap di atas sana, di ufuk timur, tak tahu sampai kapan ia bertahan menanti sang kekasih kembali.

Percikan air dari surau kecil mulai berjatuhan tatkala suara azan berkumandang merdu membangunkan makhluk di seluruh jagat raya, berdengung hingga ke saluran telinga terdalam dari seorang astronout yang sedang melayang mangharap gravitasi datang agar kakinya menyentuh bulan, menggetarkan koklea telinganya, membuat sel sensori tersebar di seluruh permukaan membran basiler, membuat sel-sel rambut telinga bergerak ke atas dan ke bawah berharap menyentuh membran tektorial untuk mengajak otak merasakan indahnya shalat sunat fajar.

Sedangkan sebagian manusia di planet bumi masih terlelap ditemani remangnya lampu tidur, berharap seseorang datang dengan sebuah senyuman penutup mimpi, "Kajeit beudoh jak sembahyang suboh, bek tuwo meudo'a nak luloh bak tes snmptn singoh beungoh," suara itu mengiang di dalam telinga saya, lama saya mencari dari mana suara itu berasal, namun saya tidak menemukannya, tak lama kemudian mata mulai terbuka dalam remang-remang menatap seorang perempuan berkerudung putih berdiri di depan pintu. Apakah dia malaikat subuh yang ingin memberi saya jawaban untuk soal snmptn nanti pagi?. Dia menyalakan lampu dan berdiri tepat di hadapan saya, ternyata suara itu adalah suara kakak saya yang bercampur dengan suara keong yang menemani saya tidur dalam mimpi tadi malam setelah mengupas isi buku menghadapi snmptn. "Ia kak," hanya itu kata yang keluar dari mulut saya.

Ini adalah hari, waktu dimana saya akan kembali mengukir bulatan-bulatan kecil dalam sebuah bingkai mistar dengan sebatang pensil kayu di atas sehelai kertas putih, ini adalah untuk ke tiga kalinya dalam hidup saya mengikuti tes ujian snmptn yang hanya dengan bermodalkan sebuah semangat, semangat itu telah saya kumpulkan di dalam sebuah tas samping berwarna hitam, dengan semangat itu saya mengendarai sepada motor melawan suhu dingin yang masih diselimuti embun pagi, semangat itu telah menghipnotis saya, semangat untuk mendapatkan sebuah keajaiban, dan berpaling dari sebuah disiplin ilmu yang telah setia menemani saya selama enam tahun lamanya.

Perguruan tinggi itu berdiri kokoh di tengah-tengah orasi mahasiswa yang bersorak menjunjung tinggi tri dharma perguruan tinggi, membanggakan civitas-civitas akademika, walaupun sebagian mereka tak tahu apa itu tri dharma dan apa itu civitas. Saya ingin bergabung dengan mereka, ingin menjadi agent of change, ingin mempunyai jas almamater, ingin memegang towa dan bersorak di depan rakyat Indonesia "Mari kita ciptakan perubahan," walaupun saya sendiri tak tahu apa yang harus diubah. Namun itu hanyalah sebuah lamunan anak laki-laki yang kemaren baru menyelesaikan pendidikan SMA, lamunan yang akhirnya buyar setelah memarkirkan kereta.

Terlihat ribuan calon mahasiswa berkumpul memadati ruang ujian dengan expresi wajah penuh harapan akan keberuntungan menghampiri mereka, begitu juga dengan saya, tetapi saya lupa memasukkan rasa harap ke dalam tas, saya hanya memasukkan rasa semangat, semangat untuk menaklukkan sebuah jurusan yang paling misterius, yang menumbuhkan rasa penasaran saya yang cukup dalam terhadapnya.

Pada hari itu semua jemari bekerja lebih lihai dari biasanya, tatapan mata lebih tajam dari pada tatapan José Manuel Pinto colorado saat menjaga gawang barcelona, dan otak yang berfikir lebih fokus dari pada fokusnya Paul Morphy saat mengalahkan Jenderal Winfield Scott pada pertandingan catur 1846 di New Orleans, "Waktu habis, silahkan meniggalkan ruangan dan kertas jawaban tetap di atas meja," sebuah ucapan yang keluar dari bibir dosen pengawas itu membuat saya cemas, cemas akan masa depan, cemas akan apa yang terjadi sebulan yang akan datang.

Setelah sebulan kehidupan ini dihiasi oleh warni-warni penasaran yang penuh harapan, akhirnya waktu itu tiba, waktu dimana warnet-warnet penuh dikunjungi oleh remaja lulusan SMA, koran-koran diburu oleh anak muda, dan jaringan internet yang berkeringat kelelahan malayani semangat anak bangsa mengejar masa depan. Namun semuanya sirna, ketika saya membuka website itu, seolah-olah mata saya buta dan gelap gulita. Kenapa kemarin sore saya tidak menjadi seorang bajak laut menggantikan Blackbeard untuk meneror laut Karibia dengan menutup ke dua mata saya?, apakah hari ini saya akan menjadi Helen Adams Keller hanya sebagai reinkarnasi dari semua penderitaannya?, ataukah sama dengan kesedihan Nabi Ya'qub as yang menjadi buta setelah kehilangan anaknya Nabi Yusuf as?, ataukah harus direlakan seperti kerelaan Nabi Ibrahim as ingin menyembelih anaknya Ismail as namun akhirnya Allah menggantikannya dengan seekor kibas? apakah saya juga akan mendapatkan kibas itu?

Hidup ini penuh dengan teka-teki, mempunyai tiga dimensi, dan kata orang hidup ini seperti roda yang berputar, suatu hari kita akan tahu sesungguhnya Allah tidak memberikan apa yang kita inginkan, tapi Allah selalu memberikan apa yang kita butuhkan. Oleh karena itu jangan bersedih, karena Allah memotivasi kita dua kali, inna ma'al 'usri yusra fa inna ma'al 'usri yusra.


Semoga rembulan dan bintang kejora bisa berjumpa kembali esok malam, untuk mengucapkan kata cinta yang telah dirangkainya kemarin sore, yang tak sempat terucap semalam karena cahaya fajar datang mengusik awan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Menuju Ilmu

Oleh: Afdhal Purnama   Ilmu merupakan mata pencaharian berharga yang harus dituntut demi buah kebahagiaan dunia dan akhirat, perjalanan menuntut ilmu itu panjang, lama dan mahal, butuh kesabaran, keikhlasan, ketakwaan dan pengorbanan untuk mendapatkannya. Ilmu itu mata pencaharian yang mudah hilang dan terlupakan, ia begitu sensitif terhadap tingkat adab, ketakwaan dan kemaksiatan penuntut kepada Allah.

Era dan Tahap Perkembangan Teknologi Komunikasi | Review Book 3rd Task

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI Judul Buku: Teknologi Informasi dan Komunikasi Bab Review: Bab II Sejarah Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Penulis: Y Maryono dan B. Patmi Istiana Penerbit: Yudhistira Tahun 2008 Direview oleh: Afdhal Purnama (411206532/Unit 2) Dalam buku ini dijelaskan sejarah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara umum. Dikatakan umum karena ternyata teknologi informasi dan komunikasi bukan saja menyangkut peralatan komputer, tetapi semua peralatan yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi menyampaikan informasi.

Teamwork Makes The Dream Work

Google Ilustration Oleh: Afdhal Purnama Awal November yang mulai mengering, setelah Oktober yang basah, bulan lalu memang sedikit hanyut oleh berbagai tragedi yang setiap hari menenggelamkan time line media sosial kita dengan berbagai musibah, bencana alam dan bencana buatan, beberapa daerah di tingkat lokal dan nasional diselimuti banjir, kebakaran, tanah longsor dan berbagai hal lainnya, tak kalah menyesakkan jiwa, 174 nyawa suporter sepak bola melayang dalam sebuah perhelatan liga 1 di kota bunga. Pembuka di atas sama sekali tidak ada hubungannya dengan tajuk dari nukilan ini, hanya sekedar catatan bulan lalu untuk i'tibar dan pengingat pribadi agar kejadiannya tidak luput ditelan jam dinding yang terus berputar. Sebagai salah seorang yang ekosistem kerjanya digambarkan dalam sebuah struktur organisasi tak ubahnya skema rantai makanan dalam buku pelajaran biologi, maka penulis ingin menukilkan beberapa hal ahwal sederhana yang barangkali menjadi inspirasi teman-teman dalam mem