Darussalam si Kota Tua (Old Town)

Mentari pagi tak bersinar ketika kelopak matanya ditutup oleh awan-awan gelap yang meneteskan butiran-butiran sejuk, pepohonan terdiam di pinggiran jalan tidak sanggup menahan dinginnya tetesan hujan yang menyelimuti dahan-dahan yang layu menghirup ganasnya udara kota, orang-orang hanya berlalu lalang seolah mereka hidup seorang diri di muka bumi, pagi yang dingin menusuk sendi-sendi bangunan kuno di Kota Darussalam, sambil terdiam membayangkan masa lalu yang hampir lenyap dihapus zaman.

Seuntai atap seng sesekali berdenting memukul dinding, membangunkan pengguni kota yang terlelap dalam mimpi dunia maya, dunia maya itu ada di lantai dua, dunia baru yang muncul di tengah kota, bukan karna pergeseran lempeng bumi tapi karna mimpi manusia. Mimpi seorang pemilik warung kopi itu telah menghipnotis penduduk kota untuk menemani kehidupannya. Dunia itu sangat kuno, dipenuhi kursi-kursi kayu dan meja-meja yang terbuat dari batang-batang pohon yang besar, beberapa serdadu berpose di dinding dengan meriam-meriam kebanggaannya. lampu-lampu kuno masih terpajang di dinding tembok berwarna coklat,  laksana memasuki area coffee shop Venezia cafe di Italia.

Ternyata ada anak tangga yang mengantarkan mereka untuk melihat dengan jelas kebisingan kota, di lantai dua, di mana cahaya matahari dengan mudahnya masuk kedalam cangkir kopi tatkala awan hitam pergi. Seorang lelaki bersembunyi di balik tembok seolah tak mau wajahnya ditatap oleh mentari yang yang baru dibebaskan oleh sang awan, "mau minum apa bang?," oh ternyata lelaki itu seorang pelayan di kota tua, "cappucino hangat aja bang," jawab saya. Jemarinya bergerak seiring pulpen hitam berjalan di atas kertas kecil, dia pun berlalu dengan selembar kertas putih yang harus ditanggungnya.

Beberapa anak muda yang sedang menikmati kopi terlihat fokus memelototi layar-layar LCD yang terbuka lebar di hapan mereka, namun saya belum yakin kalau mereka sedang menikmati kopi, "Kiban na konek hinan?," ucap seorang lelaki berkulit hitam manis kepada saya, "hana bang, mungken tengoh na gangguan," balas saya singkat. Ternyata mereka sedang mencari teman di dunia maya, dunia digital yang terdapat di tengah-tengah arsitektur kuno, di sanalah perpaduan antara klasik dan modern terjadi, di tengah Kota Darussalam, di ATJEH OLD TOWN CAFE.

"Terima kasih bang," ucap saya kepada lelaki kurus yang mengantarkan saya secangkir cappucino hangat, diapun tersenyum sembari berpaling untuk menjamu pengunjung yang lain. Inilah saat yang tepat untuk browsing ditemani secangkir kopi hangat yang diselimuti hawa dingin titipan sang hujan dan ukiran pelangi di langit biru yang tak mau pergi dari sinar sang mentari. Selamat beraktivitas.

Cooming soon: Galery photo Atjeh Oldtown Coffee

Komentar

  1. berharap ada foto penampakan si kota tua, huhu tapi nice post. salam kenal :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe... terima kasih sudah brkunjung,
      ia nanti dipost...
      salam knal jua,

      Hapus

Posting Komentar

Populer

Perjalanan Menuju Ilmu

Era dan Tahap Perkembangan Teknologi Komunikasi | Review Book 3rd Task

GOLPUT - MEMILIH UNTUK TIDAK MEMILIH