Oleh: Afdhal Purnama
Sejarah adalah jalan
Yang sangat panjang
Membentang membelah alam
Lika liku peradaban
Hiruk pikuk malang melintang
Singgasana kerajaan
Keganasan rimba raya
Hingga kebinasaan sebuah bangsa
Sejarah adalah waktu
Saat dimana malam berteduh
Di bawah terik siang yang menyengat alam
Sore yang ditenggelamkan matahari
Mata hati yang dikucek-kucek setiap fajar tiba
Tentang subuh yang kedinginan
Atau pagi yang pecah dalam sebutir embun
Sejarah adalah tempat
Cinta dan keangkuhan tumbuh di sana
Saling membagi kasih
Saling menumpahkan darah
Di sudut-sudut goa
Di puncak-puncak gunung
Di lereng-lereng bukit
Di semenanjung samudera
Di hamparan padang pasir
Di atas terpal rerumputan
Hingga di dasar lautan paling kelam
Sejarah adalah jarak
Yang tak bisa di tempuh di atas garis jalan
Sejarah adalah petualang
Yang tak punya waktu untuk pulang
Sejarah adalah mangsa
Yang tak punya tempat untuk berlindung
Sejarah itu hidup sebatang kara
Tak punya seorang sanak pun untuk bersuaka
Sejarah adalah korban tajamnya mata pena
Di atas lembar-lembar dusta
Sejarah itu menunggu
Matahari turun untuk menjelaskan yang seterang-terangnya.
Lamnyong, 23 Juli 2016
Picture: Google Ilustration
Sejarah adalah jalan
Yang sangat panjang
Membentang membelah alam
Lika liku peradaban
Hiruk pikuk malang melintang
Singgasana kerajaan
Keganasan rimba raya
Hingga kebinasaan sebuah bangsa
Sejarah adalah waktu
Saat dimana malam berteduh
Di bawah terik siang yang menyengat alam
Sore yang ditenggelamkan matahari
Mata hati yang dikucek-kucek setiap fajar tiba
Tentang subuh yang kedinginan
Atau pagi yang pecah dalam sebutir embun
Sejarah adalah tempat
Cinta dan keangkuhan tumbuh di sana
Saling membagi kasih
Saling menumpahkan darah
Di sudut-sudut goa
Di puncak-puncak gunung
Di lereng-lereng bukit
Di semenanjung samudera
Di hamparan padang pasir
Di atas terpal rerumputan
Hingga di dasar lautan paling kelam
Sejarah adalah jarak
Yang tak bisa di tempuh di atas garis jalan
Sejarah adalah petualang
Yang tak punya waktu untuk pulang
Sejarah adalah mangsa
Yang tak punya tempat untuk berlindung
Sejarah itu hidup sebatang kara
Tak punya seorang sanak pun untuk bersuaka
Sejarah adalah korban tajamnya mata pena
Di atas lembar-lembar dusta
Sejarah itu menunggu
Matahari turun untuk menjelaskan yang seterang-terangnya.
Lamnyong, 23 Juli 2016
Picture: Google Ilustration
Komentar
Posting Komentar