Langsung ke konten utama

Di Ufuk Barat

Oleh: Afdhal Purnama
Google Ilustration
Akeela, surat ini ku tulis dengan butir-butir hujan yang tumpah di pelataran cangkir kopi, ku harap engkau membacanya dengan sejuk, sedingin serbuk gula yang menggigil di bawah ampas hitam.

Sudah sangat lama aku tidak menulis Akeela, hingga tinta penaku beku, jemariku kaku, pikiranku membatu, ku pikir dengan menulis surat untukmu akan merangsang kembali saraf kepalaku yang telah lama dicabik-cabik kutu.

Ku tulis surat ini di atas meja dari batang kayu yang dipotong bulat seukuran rembulan, tatkala gerimis mulai berjatuhan membasahi bayang-bayang atap rumbia, matahari tak tampak Akeela, langitnya hitam sepekat cinta, yang ada hanya bunyi gemercik air yang jatuh di atap pikiranku, dan aku mulai memikirkanmu.

Akeela, Masih ingatkah engkau sebuah petang yang kelam? Hari dimana seorang penyair mencuri sepotong senja untuk pacarnya, langit kehilangan cahaya, orang-orang panik, polisi kalang kabut, bunyi sirene mendengung di atas atap kota, dan kita saling menatap, lalu mulai saling menerka malapetaka apa yang akan terjadi?

Waktu itu engkau memakai jubah ungu, wajahmu bersinar sejingga senja, bola matamu menjelma al-lu'lu' walmarjan, alis matamu selembut permadani Turki, bulu matamu ilalang melambai di taman kota, dan kerudungmu teduh seperti sayap payung Masjid Nabawi, Namun tiba-tiba aku menjadi sedikit cemas ketika melihat wajahmu berkilauan seperti emas.

Benar saja Akeela, tiba-tiba segerombolan orang dengan penuh amarah berjalan ke arah kita, "Kembalikan senja di atap kota kami!" teriak seorang bocah perempuan kecil dengan mata setajam puisi ke arahku, dan kita mulai semakin kebingungan, namun wajahmu tetap saja bersinar semakin terang.

Sore itu menjadi malam gelap gulita, yang ada hanya cahaya dari wajahmu, sedangkan wajahku adalah bulan, sebuah satelit alam yang menerima pantulan sinarmu, pantas saja mereka mengira aku telah mencuri senja di atap kota itu.

Lalu mereka murka Akeela, merebutmu dariku, saat itu air matamu semerbak kembang api, engkau dipaksa menuju ufuk barat tempat dimana matahari tenggelam, andai saja aku bisa berenang di semesta pasti engkau akan ku selematkan, namun aku tidak bisa berbuat banyak Akeela, mereka menawanku, kita hidup di negeri yang orang-orangnyanya bermain hakim secara berjama'ah.

Setelah itu langit tetap juga kelam Akeela, sinar wajahmu tenggelam bersama kalimat terakhir azan magrib paling menggetar jiwa, sejak hari itu rembulan malam tak pernah lagi bercahaya, dan matahari Akeela, adalah rambutmu yang mengibas selendang api. []





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Menuju Ilmu

Oleh: Afdhal Purnama   Ilmu merupakan mata pencaharian berharga yang harus dituntut demi buah kebahagiaan dunia dan akhirat, perjalanan menuntut ilmu itu panjang, lama dan mahal, butuh kesabaran, keikhlasan, ketakwaan dan pengorbanan untuk mendapatkannya. Ilmu itu mata pencaharian yang mudah hilang dan terlupakan, ia begitu sensitif terhadap tingkat adab, ketakwaan dan kemaksiatan penuntut kepada Allah.

Era dan Tahap Perkembangan Teknologi Komunikasi | Review Book 3rd Task

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI Judul Buku: Teknologi Informasi dan Komunikasi Bab Review: Bab II Sejarah Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Penulis: Y Maryono dan B. Patmi Istiana Penerbit: Yudhistira Tahun 2008 Direview oleh: Afdhal Purnama (411206532/Unit 2) Dalam buku ini dijelaskan sejarah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara umum. Dikatakan umum karena ternyata teknologi informasi dan komunikasi bukan saja menyangkut peralatan komputer, tetapi semua peralatan yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi menyampaikan informasi.

Teamwork Makes The Dream Work

Google Ilustration Oleh: Afdhal Purnama Awal November yang mulai mengering, setelah Oktober yang basah, bulan lalu memang sedikit hanyut oleh berbagai tragedi yang setiap hari menenggelamkan time line media sosial kita dengan berbagai musibah, bencana alam dan bencana buatan, beberapa daerah di tingkat lokal dan nasional diselimuti banjir, kebakaran, tanah longsor dan berbagai hal lainnya, tak kalah menyesakkan jiwa, 174 nyawa suporter sepak bola melayang dalam sebuah perhelatan liga 1 di kota bunga. Pembuka di atas sama sekali tidak ada hubungannya dengan tajuk dari nukilan ini, hanya sekedar catatan bulan lalu untuk i'tibar dan pengingat pribadi agar kejadiannya tidak luput ditelan jam dinding yang terus berputar. Sebagai salah seorang yang ekosistem kerjanya digambarkan dalam sebuah struktur organisasi tak ubahnya skema rantai makanan dalam buku pelajaran biologi, maka penulis ingin menukilkan beberapa hal ahwal sederhana yang barangkali menjadi inspirasi teman-teman dalam mem