Hikmah dari Perjalanan: Dari Jakarta, Kembali Membawa Makna
Terkadang, perjalanan paling berkesan bukanlah yang sudah lama direncanakan, melainkan yang datang tiba-tiba, ibarat petir di siang bolong, mengejutkan namun penuh cahaya. Itulah yang saya rasakan ketika mendadak mendapat amanah untuk mendampingi Rektor UIN Ar-Raniry Banda Aceh dalam perjalanan dinas ke Jakarta, 19 hingga 23 Mei 2025.
Tak ada banyak waktu untuk bersiap, hanya cukup
untuk menata hati agar siap menerima amanah ini sebagai bagian dari tugas.
Perjalanan ini punya tujuan utama: penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara UIN dan Kementerian Ekonomi Kreatif yang berlangsung pada Selasa, 20 Mei 2025 di Hall Connext Nine Space, Autograph Tower, Jakarta.
Acara ini turut dihadiri langsung oleh
Menteri Teuku Riefky Harsya, sosok muda yang begitu inspiratif. Saya
menyaksikan bagaimana komunikasi akademik dan institusional dibangun dengan
penuh kehangatan dan visi besar untuk masa depan generasi kreatif Indonesia.
Pada hari yang sama, kami bertemu dengan Wakil Menteri Komunikasi Digital, Reza Patria. Diskusi hangat tentang kelanjutan kerja sama antara Kementerian dengan UIN berlangsung penuh harapan. Di sinilah saya belajar satu hal penting: bahwa komunikasi bukan hanya soal bicara, tapi soal menyampaikan visi dengan kepercayaan dan niat baik.
“Sekali merapat tali silaturahmi,
seribu pintu bisa terbuka,” begitu kata pepatah.
Pada tanggal 21 Mei, Rektor menghadiri
pertemuan dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), sementara saya
mendapat tugas sendiri menuju Kantor Pusat PBNU. Meski hanya mengantarkan
surat, saya menyadari: tak ada tugas yang kecil bila dikerjakan dengan tanggung
jawab. Dalam sunyi ruang tunggu, saya merenung bahwa kadang-kadang kita belajar
bukan dari acara megah, tapi dari langkah-langkah kecil yang kita jalani dengan
ikhlas.
Tanggal 22 Mei menjadi hari yang padat. Kami
berkunjung ke Kantor Kementerian Agama RI, dan bertemu dengan banyak pemangku
kebijakan: Sekretaris Dirjen Kemenag, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umrah, hingga Kepala Pusat Pembiayaan Pendidikan. Saya duduk, menyimak,
mencatat, dan dalam hati merenung bagaimana sebuah lembaga berjalan bukan
karena satu orang besar, tapi karena banyaknya roda yang bergerak bersama.
Akhirnya, 23 Mei 2025, kami kembali ke Aceh.
Saya membawa pulang lebih dari sekadar catatan perjalanan. Saya membawa pulang
makna. Setiap momen, setiap dialog, bahkan setiap langkah kaki di lorong
kementerian, semua menyimpan pelajaran. Tugas ini mengajarkan saya satu hal
sederhana namun mendalam: “Kadang Tuhan menyelipkan pelajaran terbesar dalam
agenda yang tak kita minta.”
Semoga perjalanan ini menjadi satu dari banyak lembar pengalaman yang
menumbuhkan keyakinan, bahwa kita semua adalah bagian dari cita-cita besar:
membangun bangsa lewat pendidikan, kerja nyata, dan ketulusan hati. Nah!
Komentar
Posting Komentar