Google Ilustration |
"Bukan gunung yang membuat kita lelah mendaki, tapi pasir dalam sepatu kita. Bukan tujuan yang membuat kita lelah, tapi beban yang kita bawa."
Sering kali yang menhalangi kita dalam melangkah bukanlah karena terjebak dengan kenyataan di depan mata, tetapi lebih karena terjebak prasangka di dalam khayalan. Keadaan ini paling sering dialami oleh orang yang menuntut kesempurnaan dalam setiap hal (perfeksionis), makanya kemudian muncul adagium; orang yang menjadi kaya sering kali bukan orang cerdas dan orang cerdas sering kali tidak menjadi orang kaya.
Tentu saja pernyataan tersebut tidak seutuhnya benar, tapi jika mau dipilah kembali makna cerdas yang dimaksud dalam pernyataan tersebut; sepatah kata yang diarahkan bagi orang yang terlalu berlebihan dalam berpikir sehingga takut dalam mengambil keputusan yang menjadikan langkahnya terhenti menganggap keputusannya sebagai sebuah bentuk syukur padahal pasrah pada ketakutan yang bersemayam dalam kepala.
Orang yang terlalu memikirkan risiko dari sebuah keputusan dia tidak akan pernah berhasil, sesuatu yang "terlalu" sering kali lebih banyak negatifnya daripada positifnya, tidak seluruhnya, berpikir itu tentulah penting, seperti bunyi sebuah peribahasa yang orang Indonesia konsumsi sejak kecil; "Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada guna." Namun setiap hal ada takaran idealnya, berpikir tidak boleh terlalu berlebihan dan tidak boleh terlalu pendek.
Tidak ada suatu ukuran standar yang disepakati bersama terkait berpikir dalam hidup, yang pasti jika pikiran kita sudah mencapai di level cemas, menepilah sejenak sekedar beristirahat, menikmati kopi atau minuman kesukaan lainnya, tenangkan diri, setelah semuanya steril mari melangkah kembali dengan pikiran yang lebih jernih. Nah!
Hidup itu sederhana ambillah keputusan dan jangan pernah menyesalinya. Semoga bermanfaat!
Komentar
Posting Komentar